Berjuang untuk Mencerdaskan Generasi Penerus Demi Kehidupan yang Lebih Serius
“Saat bencana itu terjadi, ia sedang duduk di bangku sekolah dasar. Bencana banjir bandang memiliki dampak yang besar baginya, ia tidak bisa bersekolah untuk sementara waktu, kehilangan teman, saudara, dan suasana yang sangat mengkhawatirkan. Ia juga harus merekan (menemani) ayahnya turun ke lapangan untuk memberikan bantuan kepada korban bencana.”
- Fransisca Nur Aulia -
Desa Serut, Kecamatan Panti, merupakan salah satu desa kecil yang berada di kaki Gunung Argopuro. 14 tahun lalu, desa ini sempat mengalami lumpuh total dikarenakan bencana banjir bandang yang menyerangnya. Hal ini menjadi sejarah kelam dan salah satu penyebab seorang gadis berumur 23 tahun bernama “Aulia” melahirkan Taman Baca Trinanda Education.
Saat bencana itu terjadi, ia sedang duduk di bangku sekolah dasar. Bencana banjir bandang memiliki dampak yang besar baginya, ia tidak bisa bersekolah untuk sementara waktu, kehilangan teman, saudara, dan suasana yang sangat mengkhawatirkan. Ia juga harus merekan (menemani) ayahnya turun ke lapangan untuk memberikan bantuan kepada korban bencana. Melihat perjuangan ayahnya yang harus mengorbankan tenaga dan nyawa menjadi taruhannya, Aulia memiliki mimpi untuk menjadi pahlawan yang berguna bagi orang sekitar.
Waktu berlalu begitu cepat. Kini ia duduk di bangku kuliah. Kemudian di akhir tahun 2018, saat Aulia sedang menyelesaikan tugas akhir skripsinya, ia menjumpai permasalahan-permasalahan yang muncul di desanya. Permasalahan itu antara lain adanya beberapa anak kelas 3 sampai 6 SD yang masih belum bisa membaca, tidak adanya fasilitas anak-anak dalam menyelesaikan tugas sekolah sehingga mereka hanya membaca buku saat di sekolah saja, anak-anak usia sekolah jarang bahkan tidak pernah membaca buku di luar buku sekolah, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya perekonomian. Hal ini menjadi alasan terkuat Aulia untuk mulai mengumpulkan buku bacaan, mengadakan bimbingan belajar, dan mengembangkan bakat yang ada. Kemudian menyajikannya secara sederhana dalam “Taman Baca Trinanda Education”.
Perjuangan merintis sebuah taman baca dimulai dengan modal awal hanya sekitar 5 buku milik pribadinya. Kemudian ia menyebarkan pamflet open donation ke sosial media, teman sekolah, kuliah, dan khalayak ramai. Tanpa diduga, Aulia mendapat respon yang baik, ia mendapat donasi buku dan sejumlah uang. Selain itu, yang tak kalah penting baginya adalah dukungan yang luar biasa dari keluarga, teman, guru, bahkan dosennya.
Ia taruh buku-buku yang ada ke rak kardus yang telah dibuat, kemudian meletakkan rak itu di teras depan rumah. Dengan hanya 1 rak kardus berisi 15-20 buku, ternyata pengunjung yang datang lebih banyak dari buku yang tersedia. Mereka harus rela bergantian dan membaca bersama dengan pengunjung lainnya.
Banyak pengunjung yang datang, banyak pula donasi yang datang. Aulia semakin bersemangat mengumpulkan buku dan mencari ide bagaimana agar bisa mengembangkan taman bacaannya.
Pada tahun 2019, taman baca Aulia semakin berkembang. Aulia berhasil mengumpulkan sekitar 60 pengunjung taman baca. Pengunjung yang datang mayoritas anak-anak usia sekolah. Sedangkan orang dewasa hanya mengawasi anaknya, dan terkadang juga meminjam buku untuk dibaca di rumah.
Buku-buku semakin banyak, dan sudah ada rak buku dari kayu di teras depan rumahnya. Karena buku-buku ditaruh di depan rumah, tak jarang saat hujan tiba buku-buku tersebut basah. Bahkan pada suatu hari ada kejadian menyedihkan bagi Aulia. Saat hujan deras disertai angin rak buku roboh, rak kardus penuh dengan air dan air hujan mulai memasuki rumah. Aulia tidak bisa menyelamatkan buku-buku tersebut, ia hanya menangis dan berdo’a semoga keajaiban datang bersama orang-orang yang menebar kebaikan.
Dukungan kepada taman baca sudah datang dari mana saja. Namun Aulia kurang mendapat dukungan dari pemerintah desa dan kecamatan. Ia sedikit trauma dan kecewa saat mengingat peristiwa yang pernah ia alami, ketika ia memberanikan diri membawa proposal dan menceritakan kepada perangkat desa mengenai apa saja yang telah ia lakukan. Ia hanya mendapat janji untuk diberi donasi buku. Tapi hasilnya nihil sampai saat ini. Kemudian Aulia melanjutkan perjuangannya ke kantor kecamatan, berharap ada sedikit harapan. Ia ditemui beberapa pejabat kecamatan, dan hasilnya sama saja. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat Aulia. Hal itu bahkan menjadi suntikan semangat bagi Aulia untuk mengembangkan dan menjalankan visi taman baca yakni mencerdaskan generasi penerus untuk kehidupan desa yang lebih serius.
Tidak adanya dukungan dari pemerintah tidak menyurutkan semangat dalam diri Aulia. Dengan keinginan kuat dan kerja kerasnya, ia mampu membuktikan bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil, man jadda wajada.
Belum ada Komentar untuk "Berjuang untuk Mencerdaskan Generasi Penerus Demi Kehidupan yang Lebih Serius"
Posting Komentar