Perjalanan Literasiku Bersama My Zaujiy
“Desa mereka jauh dari kota, jauh dari toko buku, terlebih perpustakaan daerah. Namun anak-anak sudah mulai senang membaca dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang isi buku yang mendorong Oja untuk membuat sebuah taman baca masyarakat.”
-Siti Khodijah-
Selepas adzan Isya malam itu, Oja dan meninggalkan meninggalkan Jakarta. Sepanjang jalan terasa lengang dan dingin angin seolah menusuk hingga tulang. Sejenak mereka mencoba menikmati pekatnya malam di sebuah rest area dan tidak membuang pandang sambil melayangkan angan bagaimana nanti.
Lampu yang menggantung indah di muka gapura sebuah pedukuhan, kala itu sang "jago berjengger merah" baru saja terjaga dari lelapnya yang ditemani "Candra menyenangkan". Hamparan sawah ladang malam itu tak menikmati keindahannya. Ya, hanya peka yang ia tatap, meski di jarak ada titik-titik cahaya sinar dari ladang bawang.
“Duh, bagus sekali, yah, ada lampu-lampunya!” komentar bunda Oja yang juga sedang menikmati pemandangan.
Bundanya, terlebih dahulu, tak pernah terbayangkan sebelumnya akan tinggal dan menetap di pedesaan. Dahulu Oja hanya membayangkan bahwa hamparan sawah ladang desa adalah tempat yang indah, bagai di surga dengan angin semilir dan udara bersih saat menghirup bersama dan keluhan menyertainya. Meninggalkan bisingnya hiruk-pikuk dan gaduhnya asap knalpot kota besar, meninggalkan keramaian mesin-mesin pabrik yang menyemat serta meninggalkan sahabat, kerabat dan handai taulan yang setia menemani segala aktifitas saat di Jakarta.
Pagi telah tiba. Oja memulai pagi hari harinya dengan mengungkap jalan yang begitu panjang, hingga akhirnya mobil yang mereka naiki berhenti di depan sebuah rumah joglo yang begitu klasik. Suara derit pintu menyentuh Oja dari mimpi perjalanan panjang dan ini adalah awal dari perjalanan hidupnya yang baru.
Sebelumnya, Oja dan suaminya memang bekerja di Jakarta, karena memang ia lahir dan besar di sana. Sedangkan suami seorang perantau yang bekerja di Jakarta karena suatu keadaan. Setelah menikah, orangtua dari suaminya meminta agar mereka tinggal menetap dan mengikuti pendaftaran calon perangkat desa di desanya dan ternyata harapan mertuanya terwujud.
Malam kembali datang. Ada hening diiringi suara jangkrik atau burung malam. Si jengger merah pun sudah terlelap di peraduannya. Oja dan khayalannya berkelana; apa yang harus ia lakukan di sini. Karena setelah beberapa hari berlalu, jenuh memulainya dan perasaan gundahnya pun membuncah.
***
Nama lengkapnya Oja Khodijah. Bundanya pernah bilang pada kakaknya, “Oja orangnya jujur amat, biar nanti jadi orang yang jujur”. Dan ternyata memang sulit berbohong, pasti ketahuan. ia takut berbohong karena malu kalau nanti terbongkar. Sampai akhirnya teman-temannya menemukan dia dengan sebutan si culun yang jujur. Pada akhirnya ketika dewasa, saat pertama ia bekerja, atasannya yang dosennya di kampus berkata, “Nak, adakalanya kita harus memastikan demi keselamatan dan keselamatan kita. Kamu tak akan mengatakan yang sejujurnya tentang rahasia perusahaan, kan, Nak, kepada orang lain?”. Masih terbayang olehnya saat dulu beliau, Prof. Dr. Peter Salim, MA menasehatinya.
Oja adalah anak kedua dengan satu kakak dan dua adik. Ia terlahir dengan keterbatasan penglihatan. Dokter bilang, retinanya tipis dan lensa matanya tidak sensitif menangkap cahaya, sehingga bola matanya menjadi lebih lonjong. Lain halnya dengan saudaranya yang lainnya, mereka cantik, bermata jeli dan penglihatan yang tajam. Namun ia menyadari bahwa Allah SWT menciptakan makhluk-Nya dengan sempurna.
........................
Kisah lengkap "Perjalanan Literasiku Bersama My Zaujiy" dapat anda baca di buku Membumikan Literasi.
Belum ada Komentar untuk "Perjalanan Literasiku Bersama My Zaujiy"
Posting Komentar